Senin, 12 Desember 2011

Centil-centilan

Apa yang terjadi ketika tangan mulai menjamah wajah? Dorongan untuk membersihkan pori-pori dari komedo yang menjerit ingin dikeluarkan (heeuh, lebaynya).


Waktu asik-asiknya ngubek-ngubek muka sendiri, tiba-tiba aku dialihkan dengan kemunculan Malinda Dee di tivi. Sosoknya hadir di pengadilan untuk kesekian kali dalam kasus pencurian dana nasabah di tempatnya bekerja. Sebenarnya bukan itu fokusku. Aku nganga liat kulit sama bodinya. Kayak patung manekin yang biasa ada di etalase toko itu lho. Putihnya kayak porselen. Padahal aku nggak pernah tahu porselen tuh seperti apa (#ngek).


Dan aku makin yakin, kebutuhan skin care bagi beberapa wanita adalah sebuah keharusan. Betapa tidak, satu orang yang seperti Malinda itu saja bisa dengan setengah hartanya mempercantik diri. Bagaimana dengan satu orang lagi, dua orang lain, sampai beberapa orang kemudian. Bahkan mungkin ketika seorang perencana keuangan menanyakan pengeluaran yang paling primer itu apa, selain sembako, listrik, air, dan transport, maka biaya skin care akan sulit sekali disingkirkan dari kelompok kebutuhan tersebut. Apakah kamu model wanita seperti itu? Hmm, kalaupun iya, masih banyak waktu untuk berpikir ulang apa sebenarnya kebutuhan yang paling kamu butuhkan.


Halaah, aku ini sok-sokan ngomentarin orang, padahal jauh dilubuk hati, aku pun punya keinginan yang sama untuk mempercantik diri. Gehehe munafik ya...


FYI, aku adalah orang yang cukup cuek dengan urusan penampilan, appeareance, style look, fashion, trend, dan sodara-sodaranya. Karakter ini akan sangat lumrah dimaklumi untuk yang masih bersekolah. Kalau yang sudah kuliah masih cuek seperti ini, nah lho.. berhati-hatilah. Masa itu adalah masa transisi, dimana kelak suatu saat nanti kita akan menemukan jalannya. Betulkah kita butuh dandan dan bagaimana kita menempatkan dandan? (Stop! Sumpah ini nggak penting banget #denial). Muahahaha..


Lagian, dimasa yang dibilang orang “masa dewasa” adalah masa pengukuhan (apa pulak ini bah?). Haha maksudnya, waktu dimana kita sebagai wanita akan menapaki hidup yang jauh lebih rumit dari sebelumnya. Tuntutan untuk segera bekerja (karena udah ngabisin duit bokap-nyokap sampai lulus kuliah), tuntutan untuk cepat menikah (karena adek-adek cewe dirumah sudah dilamar orang), tuntutan untuk memiliki jaringan sosial yang luas (biar nggak dibilang kudet alias kurang-apdet) dan tuntutan untuk punya tabungan sendiri (untuk mengantisipasi kalo-kalo dapet suami yang pelit). Gyahahaha, ekstrim bener yak?. Itu kan gambaran hidup seseorang. Kupikir akan lebih nyaman jika tuntutan itu didasari ketulusan dan tanpa pamrih, walaupun mungkin sulit.


Nah, pada beberapa wanita mungkin tuntutan itu membutuhkan penawar,karena terkadang tuntutan itu seperti obat, obat yang bila tertumpuk lama-lama berubah menjadi racun. Yakin deh, setiap wanita akan merasa terhibur saat melihat bayangan dirinya begitu cantik di dalam cermin. Setidaknya menurut dirinya sendiri. Eh eh jangan ketawa ya, buat orang-orang yang cuek-anti dandan, jangan memungkiri deh (hehe nyari temen #ngek).


Itu dia, tameng untuk anti-dandan akhirnya luluh juga ketika penghuni dunia lain bermunculan di wajah. Yup yup! Si komedo, cucunya komedo, embahnya komedo, adeknya jerawat, si keling minyak, dan si bercak hitam. Wuuuih ngeri. Apa ini hasilnya kalau terlalu cuek dengan wajah? Hmmm, harus tanya ke yang ahlinya. Kapan ya?


Betewe di dekat rumahku ada klinik kecantikan yang sudah punya nama, banyak dokter aestethic-nya. Ada keinginan kesana, cuma menurut beberapa temanku mereka nggak cocok. Karena kalau sudah berhenti perawatan, kondisinya akan menurun dan kembali ke awal, sama dengan kondisi pertama kali wajah begajulan. Tapi ada juga sih yang cocok, sampai kulitnya beniiiing, urat-uratnya keliatan (hiii jadi ngeri). Yah, balik lagi. Itu tergantung kulit kita, cocok-cocokan. Tapi jika sudah ada yang merekomendasikan, kenapa tidak dicoba. Yang pasti tidak berlebihan, tidak menjadikannya kebutuhan primer, tidak aneh-aneh, dan kalau bisa alami (#eh, ada gitu?).


Selasa, 06 Desember 2011

ternyata dengan IKHLAS, doaku terwujud

Selama ini doa bagiku adalah 'benda' yang istimewa, karena merasakan terkabulnya doa adalah hal yang luarbiasa. Bener gak kalau selama ini kita merasa hanya seberapa persen saja doa-doa dikabulkan Allah. Bahkan mungkin bagi beberapa orang merasa gak pernah dikabulkan doanya.

 
Namun pagi ini, aku memiliki pandangan baru tentang doa.
Tadi pagi aku bangun dengan kepala yang pusiiiing sekali. Kugeleng-gelengkan kepala, tetap tidak hilang. Minum obat? Nggak deh, rasanya ini cuma pusing biasa, kataku dalam hati.
Susah payah aku berusaha untuk tidak merasakannya selama perjalanan berangkat ke kantor. Sesekali kupejamkan mata, dengan harapan sakitku akan hilang seketika.

Eh, seraya tidur-tidur ayam.. aku baru ingat tadi malam baru saja membaca buku Quantum Ikhlas. Itu mengingatkanku tentang doa.. Doa yang akhirnya bisa menyembuhkanku. Aku kutip sedikit pelajaran dari buku itu disini.

Menurut penulis buku tersebut, doa itu terbuat dari pikiran. Sementara kita berpikir (baik atau buruk) setiap saat, sesungguhnya kita berdoa setiap saat. Sementara Tuhan menjanjikan bahwa setiap doa kita selalu dikabulkan. Semua yang kita inginkan sebetulnya sudah tersedia secara melimpah di alam semesta ini. Kita tinggal mengambilnya dengan piranti bernama doa (yang tepat).

Jika Tuhan sudah menjanjikan bahwa doa yang kita lakukan pasti dikabulkan, sementara kita berdoa setiap saat, itu artinya selama ini doa kita sebenarnya sudah dikabulkan. Wujudnya adalah hidup kita. Hidup kitalah hasil dari doa kita selama ini. Hasil dari pikiran kita selama ini, baik pikiran yang postif maupun negatif. Kalau doa kita baik, kita akan mendapatkan yang baik, begitu pula sebaliknya.

Unsur lain pembuat doa adalah perasaan. Pikiran adalah hasil dari perasaan kita. Merasa sedih karena lama membujang menimbulkan pikiran untuk mencari pasangan hidup. Doanya adalah meminta jodoh. Perasaan malu karena masih menumpang di rumah mertua mendorong timbulnya pikiran untuk membeli rumah sendiri. Doanya, meminta kemampuan membeli rumah sendiri. Merasa tidak enak badan akan memunculkan pikiran untuk membeli obat atau pergi ke dokter. Doanya adalah meminta kesembuhan. Nah, ini dia, pas banget dengan yang kualami sekarang.

Setelah sadar akan maknanya, tidak ada salahnya kucoba metode doa yang ada.
  1. Pertama, kucoba memahami bahwa aku sedang tidak sehat. Badan rasanya nggak enak. Mata terasa ditarik-tarik, dengan rasa pusing yang luar biasa.
  2. Kedua, aku tetapkan keinginan yang berupa afirmasi. Aku bilang pada diriku sendiri "Aku merasa bahagia karena pusingku hilang, dan badanku sehat bugar"
  3. Ketiga, seakan niat-niat tadi terwujud menjadi kenyataan, sambil terpejam kubayangkan gambar diriku yang sehat, bugar, dan bisa melakukan pekerjaan kantor dengan semangat. Lengkap dengan gaya lebay ala fitri tropica (haha).
  4. Terakhir, sambil membayangkan, kusyukuri dalam hati sekan hal itu sudah benar-benar menjadi kenyataan. Alhamdulillahirobbil'alamin. Aku yakinkan hati. Namun, kemudian aku ikhlaskan semuanya kepada-Nya. Biar kemudian Dia yang atur.
Selesai kulakukan itu, tanpa sadar keretaku sudah sampai di stasiun pemberhentian dekat kantorku. Masih dengan nyut-nyutan dikepalaku, senyum terus tersungging diwajahku. Tukang ojeg langganan pun heran, wah tumben nih si embak jutek pagi ini ramah, mungkin pikirnya. Sepuluh menit kemudian ketika sampai di kantor, aku baru sadar ternyata kepagian. Ya sudah mumpung masih pagi aku ke kantin dulu deh, niatku. Tapi ketika berjalan melewati mushola entah kenapa aku sangat ingin berwudhu, tanpa niat yang jelas kuambil sajadah, kupakai mukena, sampai akhirnya kusadar aku melakukan sholat. Seketika pusing yang kurasakan sudah tidak terasa. Sehat banget rasanya. Syukur alhamdulillaaaaaah.

Astagfirullah, baru nyadar juga, tadi sholat nggak jelas niatnya apa. Akhirnya aku memutuskan untuk sholat kembali, kali ini dengan niat untuk sholat dhuha.

Sambil tak habis pikir mengapa sakitku bisa secepat ini hilang, aku berulang-ulang mengucap syukur. Terimakasih Ya Allah. Kepada siapa lagi aku percaya selain Engkau? Engkaulah Maha Pemurah.